√ Memoar: Cinta Ibu Bapak - Heyraneey | Sharing is caring

Memoar: Cinta Ibu Bapak

Bagaimana rasanya saat lara dan asa beriringan dengan atau tanpa tujuan?

 

2 April 2023

Menapaki dunia pendidikan, bersumpah atas nama Tuhan menjunjung tinggi moral dan etika. Dokter muda, katanya. Berbincang dengan beragam manusia setiap harinya, bertemu dengan bermacam tipe manusia, dan melihat betapa kompleksnya manusia. Awalnya manusia itu sederhana, nyatanya manusia itu tak terduga. 

 Ada yang tampak sangat menderita, tetapi ternyata bahagia

Ada yang tampak sangat kesusahan, tetapi ternyata mudah.

Ada yang tampak sangat menikmati, tetapi ternyata mengeluh jua.

Tak terduga, manusia dan dinamikanya, kembali terkenang ketika pertama kalinya Aku, melihat betapa hancurnya hati manusia dikarenakan perpisahan, bukan berjangka, tetapi selamanya. Remaja putri, masa ranum-ranumnya keluarga melihat perkembangan putrinya.

            Malam itu, suara teriakan dari luar Instalasi Gawat Darurat berlomba dengan bacaan tarawih pengeras suara. Jelas, raungan kegelisahan, kepanikan, dan juga asa. Tanpa ba bi bu, malam itu menjadi panjang, ada kecemasan juga harapan. Remaja putri, kecelakaan lalu lintas tunggal, cedera kepala berat.

            “Minggir semuaaa! Minggirrrr, anaakkkuuu,” teriakan yang cukup menggemparkan seisi ruangan. Pasien segera dibawa ke resus, triase merah. Malam semakin panjang, beragam tindakan darurat. Namun, Tuhan lebih berpihak padanya. Nadinya melemah, pupil semakin melebar, nafas pun tersengal, dan seketika rasanya ruang IGD kehabisan udara, keluarga pasien mulai memenuhi seisi ruangan.

Seketika teringat kalimat-kalimat yang kubaca di surat kabar, kabar kehilangan dan kematian anak pesohor tanah air.

 

Anak ditinggal mati bapaknya disebut yatim.
Anak ditinggal mati ibunya disebut piatu.
Anak ditinggal mati keduanya disebut yatim piatu.
Istri ditinggal mati suaminya disebut janda.
Suami ditinggal mati istri disebut duda.

Namun, pernah dengar istilah orang tua yang ditinggal mati anaknya? Tidak ada.

Tidak ada kata yang mampu menggambarkan kesedihan ditinggalkan oleh buah hati tercinta.

Ada hati yang berkecamuk, ada jiwa yang runtuh, ada harapan yang tak tersemogakan lagi. Rasanya kakiku tak mampu menopang beban tubuh ini, lemas. Pertama kalinya, aku menyentuh manusia tepat di detik-detik antara ada dan tiada.

            Mungkin terkesan sederhana ya?

Tidak, bagiku yang baru menginjakkan kaki di rotasi klinik, pertama kalinya pula bermalam, ah aku tidak menyebutkan bermalam, tetapi jaga. Kematian, tepat di hadapanku. Seorang remaja putri, anak pertama pula. Saat itu, aku merasa dihadapkan pada kenyataan, bahwa hidup itu adalah milik yang kuasa. Tak ada yang mampu menghentikan, sekeras apa pun berusaha, Ia akan kembali pada-Nya.

Aku, pertama kalinya mendengar jeritan perpisahan. Tembok rumah sakit, kali ini mendengar jeritan kehilangan, entah ke berapa. Namun, kuyakin ini bukan kali pertamanya.

 

Get notifications from this blog

Halo! Terima kasih sudah membaca.