√ Memoar: Tangisan Hari Raya - Heyraneey | Sharing is caring

Memoar: Tangisan Hari Raya

 21 April 2023

Rasanya, jadwal jagaku tak ramah pada hari raya. Saat di luar beraya ria, dengan nastar, lontong, dan sumringah busana baru. Aku, menetap di rumah sakit dengan segala dinamikanya. Kali ini pula, rasanya akan jadi hari berbahagia dan paling menyedihkan bagi sebuah keluarga.

            “Kak, ayah saya bagaimana?” tanya seorang gadis kecil, kira-kira kelas empat SD. Gadis bermata indah dengan tatapan cemas campur harap.

Aku bingung menjawabnya, bukan karena tidak mengetahui kondisinya. Namun, bingung bagaimana aku bisa jujur pada gadis yang masih lugu dan penuh harap ini.

            “Saat ini sedang dievaluasi, dan ini akan dikonfirmasi lagi oleh dokter penanggung jawab ya, doakan agar ayahnya diberi kekuatan dan segera membaik ya.” Mungkin itu adalah jawaban terbaik yang dapat kuberikan. Melihat keadaan pasien saat dirujuk sudah dalam keadaan berada di titik yang kritis. Perjalanan yang jauh dari daerah, perlahan menjadikan tubuhnya semakin melemah. Rasa-rasanya akses kesehatan di daerah harus semakin mumpuni, betapa banyak pasien yang datang dalam keadaan kritis bukan karena tak tertangani, akan tetapi perjalanan penyakit selama perjalanan menggerogoti tubuhnya segera.

            Pasien, pria paruh baya semakin penurunan kesadaran, ia menolak dan membuang semua alat untuk memantau tubuhnya di monitor, ia meracau, gadis bermata indah itu memeluk ibunya. “Mak, ayah akan sembuh kan?” 

Ibunya menatap kami satu persatu, mulai dari dokter, perawat, ners muda, dan dokter muda yang sedang berusaha. Tatapan penuh harap, tetapi mengerti pada akhirnya. Segala upaya telah dilakukan, keluarga mulai berdatangan setelah menempuh perjalanan malam penuh. Menatap, dan kemudian seolah mengisyaratkan keikhlasan dengan air mata.

            Aku terbayang, betapa banyak kemungkinan yang ada. Melihat tenaga kesehatan sudah berpeluh melakukan tindakan, aku terkagum. Aku harus berdedikasi jua, suatu saat. Akses kesehatan semakin memadai di semua penjuru daerah.

Aku hanya tersenyum, mataku sayu, saling menatap dan memiringkan kepala perlahan. Isyarat, terhadap kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Pelukan mereka semakin erat, air mata kian mengalir deras. 

Seorang gadis semata wayang menjadi yatim di hari raya.

 

 

Get notifications from this blog

Halo! Terima kasih sudah membaca.