Aku, Kamu, dan Tuhan.
Banyak orang saat ini mulai memperdebatkan
siapa yang paling benar, agama mana yang paling benar, dan akhirnya menyalahkan
satu sama lain.
Kerap kali juga merasa paling superior
dibandingkan dengan orang-orang yang masih belajar agama. Padahal dasar dari
agama adalah untuk kedamaian, hingga saat ini kerap adanya beragam jenis paham
yang ada di sekeliling manusia.
Apa itu salah?
Belum tentu.
Apa itu benar?
Belum tentu
Secara saintifik saya sendiri tidak dapat
membuktikannya.
Saya punya banyak teman yang ateis, teis,
agnostik, dan lainnya. Kita hidup harmonis dan saling menghargai satu sama
lain. Kuncinya adalah rasa saling toleransi dan juga rasa hormat tanpa saling
menyalahkan. Anehnya, banyak yang saling menyalahkan dari golongan dan agama
itu sendiri bukan?
Akhirnya menjadi pusing mencari mana yang
paling benar.
Mungkin saya mau membahas sedikit diskusi saya
dengan teman-teman yang ateis. Untuk diskusi tentu kita cenderung menginginkan
jawaban yang rasional, hanya saja yang membedakan tentu iman.
Nggak
semua hal-hal dalam agama dapat dibuktikan dengan ilmiah, tapi hanya
bisa diyakini dan dipercayai adanya.
Hal sederhananya adalah perkara ghaib dan segala sesuatu setelah kematian.
Seperti apa benar adanya hari akhir, apa benar
adanya surga dan neraka, apa benar adanya siksa kubur, dan banyak hal lainnya
yang nggak bisa dijawab dengan ilmiah.
Namun, hanya karena tidak dapat dibuktikan
adanya begitu pula tidak dapat dibuktikan tidak adanya. Nah loh gimana, hahaha.
Begini, karena saya sebagai seorang teis,
belum mampu membuktikan benar adanya, begitu pula para ateis yang tidak dapat
membuktikan tidak adanya.
Karena ada dan tidaknya harus melalui riset
dan pembuktian langsung bukan? Nah, kami pun belum mampu untuk membuktikan ada
tidaknya, jadi hanya bisa tertawa
bersama dengan hal kami percayai masing-masing.
Indah bukan diskusinya? Tanpa tegang urat nadi
leher, alias nggak ngotot dan ga saling
menyalahkan. Menyenangkan memang punya teman diskusi, asal masing-masing kita
punya prinsip dan pemikiran yang sangat luas. Pemikiran terbuka istilahnya,
saya juga menanamkan ke diri sendiri berkaitan dengan kesadaran diri.
Sebagai mahasiswa kedokteran, yang mempelajari
tubuh dan manusia, saya jadi paham dan merasa saya sebagai manusia pun punya
keterbatasan untuk tahu banyak hal, terutama berkaitan dengan diri saya.
Bagaimana dasar dari segala dasar saya diciptakan. Akar mula dan benang merah
saya diciptakan. Komponen dasar dari dasar saya diciptakan. Bahkan saya sendiri
juga nggak bisa menjawab banyak pertanyaan yang saya tujukan ke diri saya
sendiri.
Saya yakin kamu juga demikian. Kerap menanyakan pertanyaan yang nggak akan bisa
terjawab. Kalau pun bisa kembali muncul pertanyaan berkembang. Memang sebagai seorang pemikir kita asyik dan
nikmat sekali memikirkan hal-hal di luar
keterbatasan kita hahaha, sama kok saya juga.
Sebagai seorang perempuan muslim, saya pribadi sampai saat ini dan insyaAllah seterusnya memang tetap akan menghormati agama keturunan saya, yang setelah melalui proses pencarian pun, saya merasa terkoneksi dengan Islam. Nah, menurut saya koneksi ini sangat personal dan tidak dapat dipaksakan, ini sangat-sangat individual.
Kerap kali saya berkata pada teman saya,
urusanmu dengan Tuhanmu bukan urusanku. Namun, urusanmu dalam memperlakukan
manusia, bisa jadi urusanku.
Kerap terjadi terlalu mementingkan urusan
dengan Tuhan sampai mengabaikan urusan dengan manusia. Harusnya kita dapat
menyeimbangkan keduanya. Keseimbanganlah yang menyelamatkan. Konsep ini saya
ingat saat pembelajaran fisiologi tubuh manusia yang mana adanya konsep
homeostasis. Setelah banyak hal yang
saya baca, untuk terhindar dari sakit kita butuh keseimbangan, konsep
homeostasis itu tadi yang bekerja dan menjadi landasannya.
Sebagai orang yang dikaruniai akal budi dan
beragama, bukan kah keseimbangan juga sama pentingnya?
Sebagai seorang muslimah saja, saya kerap kali ditanya.
Kamu muslim golongan apa?
Dengan tegas saya menjawab, saya muslimah.
Jika kamu ingin bertanya golongan untuk saling menyalahkan, kamu salah bertanya. Saya pribadi sulit menerima semua dogma yang kerap digaungkan. Menurut saya, Islam itu memudahkan. Karenanya Setelah saya banyak belajar, Islam itu memang benar-benar mudah.
Namun, dogma yang dikibarkan kerap hanya
menguntungkan sepihak saja, oleh karena penting bagi seorang muslimah cerdas
untuk terus belajar dan tidak terbohongi oleh doktrin yang keliru. Karena saya dikaruniai akal dan budi yang
membuat saya sangat kritis akan dogma yang ada, juga terus mempertanyakan
doktrin-doktrin agama.
Saya pun berharap kamu demikian, menjadi
seorang yang kritis berprinsip. Bukan yang fanatik, taklid buta, bahkan gampang
dikompori.
Saya juga ingin menegaskan bahwa bagaimana pun
kamu baik menjadi teis, ateis, agnostik,
deis, humanis, atau apapun pandangan keagamaan dan spiritual yang kamu yakini
dan percaya, semuanya itu tanggung jawabmu, selama kamu tidak memaksakan
kehendakmu pada orang lain, mengusik orang lain, merasa paling benar, itu
sah-sah saja.
Saya berharap kita dapat memanusiakan manusia, bukan memandang manusia berkelompok-kelompok dan mendiskriminasi satu sama lain.
Salam sayang
Raneey.
Get notifications from this blog
Halo! Terima kasih sudah membaca.